• Struktur Halaman

  • Yang Mampir

    • 529.418 pengunjung
  • Tulisan Dalam Blog Ini…

Hijrah, Bergerak dan Berpindah

Umumnya setiap perayaan tahun baru Islam selalu ada kata hijrah yang diartikan sebagai berpindah. Kata ini selalu dipakai untuk kita yang ingin berubah, yang sering didengar dengan istilah berubah dari yang lama menjadi baru, dalam artian menjadi lebih baik.

Cukup lama didengar ungkapan-ungkapan ini diserukan oleh para mubaligh, penceramah dan para pendakwah. Sampai akhirnya kusimpulkan, untuk hijrah harus bergerak dan berpindah sebagai action.

Dalam tataran islam, orang yang lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung (hadits). Seandainya dia sama saja dengan hari kemarin, sudah termasuk merugi, apalagi sampai lebih buruk dari kemarin, sudah termasuk celaka (hadits).

Namun penulis tidak membahas jauh ke dalam kajian keislaman, apalagi ilmu hadits yang bukan bidang garapan penulis, melainkan bidang sains.

Ditinjau dari sisi mikroskopis, elektron selalu berputar dan berpindah posisi dari waktu ke waktu. Tidak mungkin menentukan posisi elektron secara tepat, pada waktu yang tepat pula. Inilah yang dikenal dengan ketidakpastian Heisenberg dalam fisika kuantum. Elektron selalu berpindah-pindah untuk bisa menghasilkan arus listrik (yakni aliran muatan negatif). Elektron juga harus sepaham untuk dipakai bersama dalam ikatan-ikatan dalam Ilmu Kimia.

Ikatan inilah yang kita lihat menjadi bahan, cairan, padat maupun gas dalam kehidupan sehari-hari. Jika ini tidak terpenuhi maka elektron tidaklah menjadi sebegitu berguna, bahkan tatanan dunia materi yang ada akan segera runtuh.

Di dalam tubuh kita ada aliran darah (baca pindah) yang dipompa oleh jantung setiap saat, begitu juga dengan udara yang dipompa oleh paru-paru. Jika saja tidak ada hijrah darah dan udara, maka jasmani ini tidak lagi berjalan secara normalnya (sakit) yang niscaya akan mati. Bahkan syaraf-syaraf yang berada di otak juga harus berubah setiap ada interaksi baru dari informasi yang diperoleh dari mata, telinga dan indera lainnya.

Mata dapat melihat karena adanya foton (partikel cahaya) yang masuk (hijrah) ke dalam mata kita, yang selanjutnya diubah dalam bentuk sinyal listrik ke dalam otak, sehingga terbentuklah simpul-simpul syaraf baru di dalamnya. Begitu juga bunyi yang kita dengar merupakan gelombang longitudinal yang berjalan (hijarah) di udara menuju telinga. Selanjutnya gendang telinga bergetar dan menghasilkan sinyal listrik yang diteruskan pula ke dalam otak manusia. Indra lainpun tak ketinggalan sebagaimana kulit yang mampu meneruskan sinyal-sinyal ke otak, termasuk pula lidah dan hidung yang mempu membedakan rasa dan bau sebagai interaksi zat2 kimia yang diteruskan ke otak manusia.

Akhirnya dalam sebuah sistem tubuh sekalipun, harus ada hijrah berterusan untuk sinambung kehidupan, meskipun pada akhirnya ada batasan waktu yang harus dipatuhi. Selesainya waktu, maka kitapun harus berpindah ke alam lain. Ini tidak berbeda dengan berpindahnya kita dari alam ruh ke dalam rahim, selanjutnya dari dalam rahim dengan tenggat waktunya harus pindah ke alam dunia.

Apa jadinya jika manusia-manusia sebelumnya (kakek buyut) tidak “berpindah/hijrah” dari dunia ini? Tentu bumi sudah dipenuhi oleh manusia dari dulu sampai sekarang. Begitu juga bayi yang dalam rahim yang tak berpindah ke dunia, akan mengalami nasib yang buruk pula. Bahkan sebaliknya, jika sperma tidak berpindah menuju sel telur di tempat yang tepat, maka tentulah tidak terjadi regenerasi manusia saat ini.

Dalam tatanan yang lebih luas, harus terjadi perpindahan air (siklus air), berupa menguap menjadi awan, turun sebagai hujan, mengalir di sungai-sungai dan seterusnya. Di sisi sosial juga harus ada perpindahan, agar roda ekonomi berjalan, pemerintahan berjalan lancar sesuai regulasinya.

Akhirnya sampai pada tataan alam semesta yang begitu luas, perpindahan harus terus berlangsung sebagaimana peredaran bumi, matahari, bintang, galaksi dll. Apalah jadinya jika matahari tetap berada di atas kepala kita di saat siang hari? Tentunya kehidupan di dunia ini pasti sudah lama punah.

Alam semesta inipun harus bergerak dari awal kejadiannya (l.k 15-14 Milyar tahun lalu) untuk mencapai kondisi sempurna saat ini. Para ilmuan juga telah menjelaskan mengembangnya alam semesta, yang akhirnya suatu saat juga akan berhijrah kembali menciut menuju titik nol (kiamat semesta).

Mudah-mudahan, di “bertambahnya” angka tahun hijrah yang baru ini penulis terdorong/termotivasi untuk berhijrah ke arah “vektor” yang lebih baik.

Amiiin.

LUAR BIASA … 1 FENOMENA 100 VARIABEL

Saat mengikuti workshop Karya Ilmiah di BLC Telkom Medan

Kamis-Jum’at, 11-12 Desember 2014

===============================================

Saat instruktur Pelatihan Karya Ilmiah Bagi Pembimbing Peneliti memberikan contoh fenomena, ternyata banyak variabel yang bisa diteliti dari sebuah fenomena.

Workshop Pembimbing Penelitian

Memutar Potongan Pipa Yang Diberi Warna Pada Ujung2nya

Ini terungkap saat instruktur memberikan sepotong pipa paralon (pipa untuk jaringan air di rumah) berdiameter 3/4 inch yang dipotong sepanjang 10 cm diberi masing-masing label warna (dalam percobaan ini warna biru dan mereah) yang berbeda di masing-masing ujungnya.

Kemudian pada ujung berlabel biru di tekan dengan jari, sehingga pipa berputar dan terlihat fenomena… hanya warna biru yang tampak, yang hitam tak kelihatan. Luar biasa!!!

Bagaimana kalau pipanya diperpanjang?
Bagaimana kalau diameternya pipanya diperbesar?
Bagaimana kalau label warnanya dipindahkan di tengah?
Bagaimana kalau labelnya diberi 2 warna yang berbeda pada salah satu ujungnya (bagian atas dan bawah pipa)?

Workshop Pembimbing Penelitian + instruktur

Foto Bareng Dengan Rekan dan Instruktur

Anda bisa mencobanya sendiri… Dan silahkan buat variabel sendiri!

SCIENCES IS FUN !!!

Menguak Rahasia Kelelawar

Kelelawar merupakan satu-satunya mamalia bersayap yang termasuk ke dalam ordo Chiroptera. Chiroptera berasal dari bahasa Yunani: cheir artinya “tangan” dan pteron artinya “sayap”. Nowak dalam Nurfitrianto, dkk (2013) mengungkapkan bahwa ordo Chiroptera yang terbagi atas 2 subordo, yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera terdiri dari 18 famili, 192 genus, dan 977 spesies.

Kelelawar mempunyai sayap tipis yang disebut patagium; terbentuk oleh perpanjangan jari kedua sampai kelima, serta terdiri dari banyak pembuluh darah, serabut jaringan ikat dan saraf. Perbedaan nyata antara sayap kelelawar dengan sayap burung adalah pada perluasan tubuhnya yang berdaging dan sayapnya yang tidak berbulu terbuat dari membran elastis tetapi berotot.

Kelelawar menggunakan frekuensi 100.000 Hz untuk navigasi gerakan terbang. Kelelawar memanfaatkan mekanisme aerodinamika yang sama seperti serangga serta mengandalkan pusaran udara horisontal yang disebut LEV (leading edge vortex) untuk menjaga tubuhnya tetap mengambang.

Baca lebih lanjut

INSPIRASI QUR’AN: Jumlah Ayat dan Matematika

Tanggal 26 Juli Malam, saat mendengar ceramah Ust. Yusuf Manshur, saya memeriksa beberapa ayat untuk menindaklanjuti paparan beliau tentang Surah al Baqarah yang memiliki 286 ayat.

Saat jumlah ayat dibagi 2 (urutan surah), ternyata hasilnya 143. Maka kita lihat ayat 143 dalam surat al Baqarah berbunyi:

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil (pertengahan) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

Kata Wasathan berarti pertengahan (adil), namun Baca lebih lanjut

Keindahan Dalam Dunia Mikroskopis

Sejak mikroskop diperkenalkan di abad 19, penggunannya hanya terbatas di bidang keilmuan saja.

Sesungguhnya, banyak keindahan di dunia renik yang bisa terlihat dan membuktikan kebesaran Tuhan bahwa ternyata, sekecil apa pun ciptaan tetap dirancang sesempurna mungkin.

Foto : mikroskop tahun 1839

Di bawah ini contoh hasil karya artistik sebuah mikroskop:

1. Diatom – Alga bersel tunggal dikelilingi oleh dinding sel seperti gelas

2. Tulang lumba-lumba dilihat dengan filter khusus sehingga menghasilkan warna-warna cerah.

3. Pembuluh darah kecil dari jaringan lidah.

4. Daun pakis dilihat dengan mikroskop

5. Diatom sebuah mentimun laut

6. Sebutir salju di bawah mikroskop

Sumber : Live Science

PERSENTASE LAUTAN & DARAT MENURUT AL QUR’AN

Pada pelajaran geografi kita sering disuguhkan rasio (perbandingan) banyaknya lautan dan darat di muka bumi ini. Sebagai contoh 2/3 permukaan bumi diliputi oleh air, sementara 1/3 nya adalah daratan. Perbandingan ini hanya secara kasar, namun detailnya sekitar 71% ditutupi oleh air, sisanya daratan.

Namun ada hal yang menarik, ketika menelaah ayat-ayat al Qur’an yang berisi kata lautan (bahr), ternyata jumlahnya 32 kata bahr. Sementara kata daratan (barr)  hanya ada 13 kata. Jika dijumlahkan, keduanya (bahr + barr) menjadi 45.

Dengan membandingkan banyak kata bahr terhadap jumlahnya; 32/45 = 0,71111 = 71,111 %. Dengan cara yang sama, untuk kata barr 13/45 = 0,28888 = 28,888 %. Inilah yang kita dapatkan dari firman Allah SWT dalam Al Quran 14 abad yang lalu menyatakan persentase lautan dan daratan di muka bumi.

Peran Ilmuwan Dalam Tauhid

Sisi ilmuwan yang terkadang dilupakan adalah dekatnya mereka pada tingkat tinggi keimanan. Terlepas dari kurang dihargainya ilmuwan di Indonesia, tulisan yang dimuat di Waspada Online ini cukup menggugah. Semoga …

++++++++++++++++++

Rasulullah SAW menangis di suatu tengah malam sampai membasahi tanah setelah menerima wahyu surat Ali Imran ayat 190: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (ulil-albab)”. “…Sungguh, celakalah bagi orang yang membacanya kemudian tidak berfikir tentangnya…” demikian sabda Rasulullah menjawab keheranan dan pertanyaan Bilal Bin Rabbah yang ketika itu datang saat menjelang subuh.

Ayat berikutnya, ayat 191, menjelaskan kriteria yang termasuk dalam golongan ulil-albab ini. “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirikan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”.

Cukup jelas ayat ini secara spesifik ditujukan pada golongan pemikir (ulil-albab) yang mampu mengkaji, meneliti, dan memahami proses kejadian alam semesta, serta pergantian siang dan malam, dan akhirnya, berdasarkan nilai-nilai tauhid yang diimaninya, menarik kesimpulan “Ya Tuhan kami,  tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”.

Tentu, ayat ini sebenarnya dimaksudkan berlaku umum kepada mereka yang tergolong ilmuwan, apapun bidangnya, tetapi dalam ayat ini diambil salah satu contoh ilmuwan yang berkecimpung dan menekuni bidang ilmu alam (natural science) dan teknologi.

Penyelidikan-penyelidikan tentang proses kejadian jagat raya dan isinya, termasuk bumi, memerlukan pengetahuan tingkat tinggi dan penelitian-penelitian di laboratorium. Informasi-informasi yang diberikan Allah dalam Al-Quran yang berkaitan dengan proses kejadian alam semesta dan pesan untuk menelitinya cukup banyak; di antaranya dapat dilihat pada surat-surat Yunus: 101, Al-Anbiya: 30, Adz-Zariyat: 47, Fushshilat: 11,12 dan 53, Al-Ghasyiyah: 17-20.

Apa yang merisaukan Rasulullah sehingga beliau menangis begitu pilu? Jawaban yang disampaikan Rasulullah kepada Bilal cukup jelas. Celakalah seseorang ilmuwan itu bila tak mampu menarik kesimpulan akhir dari hasil kajian dan penelitiannya, dalam bidang apapun, sama seperti kesimpulan yang digariskan oleh para ulil-albab itu. Kesimpulan yang mengakui secara mutlak keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan kerahiman Allah yang tak terukur. Kesimpulan yang sekaligus juga mengakui kekerdilan manusia, keterbatasan, ketidakberdayaan, dan ketergantungannya yang mutlak kepada Sang Pencipta.

Tidak dapat tidak,  sepertinya hanya bisa dimiliki oleh ilmuwan yang ketauhidannya tanpa cacat. Pengakuan ketergantungan dan ketundukan mutlak para ulil-albab ini selanjutnya bisa dilihat dalam do’a mereka yang termaktub dalam 3 ayat berikutnya, Ali Imran: 192-194.

Azas Tauhid Dalam Pendidikan
Wawasan ilmu, apapun bidangnya, belum dikatakan sebagai ilmu yang bermanfaat (‘ilman nafi’a) bila tidak dilandasi oleh nilai-nilai ketauhidan yang benar. Muhammad Natsir, diusia muda 29 tahun (1937) telah menyampaikan pikiran-pikiran cerdasnya dalam majalah Pedoman Masyarakat berjudul “Tauhid Sebagai Dasar Pendidikan”. Dalam pandangan beliau, pendidikan tauhid kepada anak hendaklah diberikan seawal mungkin, selagi masih muda dan belum dibentuk, sebelum didahului oleh ideologi dan fahaman lain.

Seorang ilmuwan yang memiliki tauhid yang benar akan merasakan bagaimana potensi ilmu yang dimilikinya tak berarti apa-apa, begitu juga yang dimiliki oleh orang lain, bila dibandingkan dengan alam dan benda yang penuh misteri, apalagi terhadap ilmu Sang Penciptanya. Ilmu yang diperoleh adalah semata-mata pemberian Allah dan itupun sedikit sekali  (Al-Isra’: 17).

Kemampuan akal yang disadari sangat terbatas dan karenanya rasionalitas yang dikembangkan juga diyakini sangat terbatas jangkauannya. Ia mampu menundukkan rasionalitas pemikirannya yang berkembang liar dalam memahami Al-Quran dan Hadist. Ilmuwan seperti inilah yang diharapkan sebagai cendekiawan muslim yang mampu memerankan dirinya sebagai benteng penjaga agama Allah, mampu memberikan pencerahan di tengah ummat,  memperkuatnya, dan melahirkan gagasan cemerlang  dan keteladanan dalam menggapai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Satu hal yang penting disadari bahwa pengetahuan dasar ketauhidan dalam tataran konsep saja tidaklah cukup tetapi haruslah dibarengi dengan pengalaman “merasakan” keagungan, kebesaran, kerahiman, dan kemahakuasaan Allah.

Konsep tauhid harus diperkenalkan kepada setiap muslim sejak kecil dan berkelanjutan hingga akhir hayat. Semua peristiwa dan alam sekitar yang dilihat dan difikirkan haruslah dikaitkan dengan peran Allah sehingga dapat “merasakan” kebesaran, kerahiman, dan kekuasaan Allah sampai pada suatu tingkat suasana batin yang memiliki keyakinan mutlak padaNya.

Keyakinan mutlak bermakna bahwa Allah SWT yang Maha Esa adalah segala-segalanya sementara manusia adalah hamba yang tunduk mutlak pada kehendakNya, tidak berdaya sama sekali kecuali apa yang diberikanNya. Al-Quran diyakini sebagai pedoman mutlak yang membimbingnya dalam menyelesaikan seluruh aspek persoalan kehidupan. Rasio diposisikan sebagai sebuah potensi akal untuk memahami petunjuk-petunjuk Al-Quran dan Hadist yang berproses dalam jalur tauhid.

Tujuan Pendidikan Islam
Berangkat dari nilai ketauhidan inilah, sekurang-kurangnya ada empat objektif yang harus menyatu dalam setiap individu muslim (four in one) dalam menuntut ilmu. Pertama, untuk mengenal kebesaran Allah lebih dalam lagi yang terdefinisi dalam asmaul husna. Kondisi ini memerlukan bekal pemahaman dasar ketauhidan dan keyakinan mutlak kepada Allah SWT yang menjadi benteng kokoh dari setiap konsep yang meragukanNya.

Pemahaman tauhid dalam tataran konsep tanpa keyakinan mutlak memungkinkan gagalnya seorang ilmuwan muslim mencapai objektif pertama ini. Ilmu yang berkembangpun menjadi liar tak terkendali. Barangkali, ini juga salah satu sebab mengapa sekarang ini bermunculan sarjana-sarjana muslim yang sangat mengagungkan potensi akal (rasionalisme), berfikiran aneh nyeleneh sampai berani menggugat Allah dan Rasulullah, mempertanyakan kesucian Al-Quran dan menafsirkannya sekehendak hati.

Kedua, untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap ayat-ayat Alquran dan Hadist serta pesan-pesan Allah dan Rasulullah. Semakin dalam ilmu dipelajari, semakin luas cakrawala berfikir, semakin kritis dan tajam daya nalar dan analisis menghadapi setiap masalah. Potensi keilmuwan yang dimiliki akan lebih memudahkan memahami informasi-informasi dan pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadist, baik langsung maupun melalui penjelasan-penjelasan yang diuraikan oleh para ulama.

Pemahaman tauhid yang benar akan mampu membedakan yang haq dan bathil, mampu menyaring informasi ilmu yang menyimpang dari aqidah dan ajaran Islam, mampu menyadari kemisteriusan alam, kemisteriusan sebuah benda, kemisteriusan partikel partikel yang menyusun benda, termasuk kemisteriusan tubuh dan organ yang menyusun tubuhnya sendiri.

Ketiga, menerapkan nilai-nilai Islam dalam keseharian hidupnya sebagai khalifah (vicegerence of Allah) sehingga mampu memposisikan dirinya sebagai rahmatul lil’alamin. Pemahaman tauhid yang benar akan menghasilkan ilmuwan yang beriman dan bertaqwa, membimbingnya ke tujuan penerapan ilmu ke arah yang bermanfaat untuk peningkatan kesejahteraan dan kemaslahatan manusia serta kelestarian alam. Ia menghindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat, terlebih-lebih lagi penerapan yang merusak dan mungkar.

Keempat, menyebarkan ajaran Islam (dakwah) ke seluruh manusia dengan cara-cara yang tepat dan bijaksana. Ilmuwan yang memiliki tauhid yang benar sangat potensial mengemban tugas dakwah seperti yang dihimbau dalam surat An-Nahl: 125, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Ia memiliki kefahaman yang dalam tentang sifat dan karakter manusia, tahu menempatkan diri dan mengerti bagaimana bersikap dan berbuat dengan ketegaran yang seharusnya dituntut dalam mengemban tugas dakwah. Insya Allah, peran besar ilmuwan seperti inilah yang memungkinkan ajaran Islam semakin luas berkembang menyinari dan mencerahkan manusia, membuka jalan kembali ke fitrahnya. Wallahu a’lam bishshawab.

++++++++++++++++

Quote: “Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi jika orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan”. [Sir Francis Bacon]

Memandang Gerhana Matahari, Amankah?

Sebuah fenomena alam yang termasuk langka, yakni gerhana matahari cincin, akan melintas tepat di atas Pulau Sumatera dan Kalimantan pada Senin petang, 26 Januari 2009. Meski pemandangan pada saat gerhana amat indah karena membentuk cincin cahaya, jangan melihatnya secara langsung dengan mata telanjang.

Meski matahari meredup, cahayanya tetap amat berbahaya bagi mata dan berisiko menyebabkan kebutaan, kata Tersia Marsiano, Ketua Himpunan Astronomi Amatir Jakarta. “Lensa mata kita mirip lensa cembung pada lup atau kaca pembesar,” katanya kemarin. “Retina kita digambarkan sebagai layar atau kertas. Bila lup diarahkan ke matahari, kertas yang ada di bawahnya akan terbakar.”

Filter matahari yang dibuat dari negatif film yang sudah terbakar dan dicuci adalah alat paling simpel untuk menyaksikan gerhana dengan aman. “Jenis negatif film yang digunakan sebaiknya film black and white, tapi film berwarna juga bisa dipakai,” katanya.

Para pengamat bintang juga bisa membuat teleskop lubang jarum (pinhole) untuk melihat gerhana. Cara pembuatan teleskop ini memang lebih rumit dibanding kacamata filter matahari dan sedikit lebih mahal karena memerlukan tripod untuk menahan teleskop. Gambar yang dihasilkan juga kecil dan agak redup, tapi bisa disaksikan bersama-sama dalam sebuah kelompok kecil.

Pada peristiwa gerhana matahari cincin Senin mendatang, komunitas astronomi di Indonesia akan melakukan pengamatan di berbagai lokasi. Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ) akan melakukan pengamatan di dua lokasi, yaitu di Anyer dan SMA 89 Jakarta. Pada pengamatan di SMA 89, HAAJ bekerja sama dengan Sirius, klub astronomi sekolah itu. Kegiatan ini melibatkan beberapa sekolah di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi yang tergabung dalam FOSCA (Forum of Scientist Teenager).

Di Anyer, HAAJ akan melakukan pengamatan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Anyer bersama UNAWE (Universe Awareness). Mereka juga akan melakukan penyuluhan di sekolah itu tentang cara aman mengamati gerhana. “Kegiatan di sekolah itu adalah salah satu rangkaian kegiatan peringatan Tahun Astronomi Internasional 2009,” kata Tersia. “Menurut rencana, Observatorium Bosscha dan Institut Teknologi Bandung akan menyiarkan pengamatan di Lampung, Anyer, dan kota lainnya melalui situs http://bosscha.itb.ac.id.”

1. Filter Matahari

Alat dan bahan:

  • Pola kacamata dan kertas karton
  • Negatif film yang dipotong sesuai dengan pola kacamata dua lembar
  • Lem

1. Potong pola kacamata sesuai dengan gambar.

2. Lubangi bagian mata atau sesuai dengan mata kita.

3. Tempel kedua lembar negatif film yang telah dipotong pada bagian belakang pola 1.

4. Tempelkan pola 2 di belakang pola 1 sehingga menjepit negatif film.

5. Filter matahari siap digunakan.

  • Pola 1
  • Pola 2
  • Lubang mata

2. Teleskop lubang jarum (teleskop pinhole)

  • Pipa paralon 1 inci sepanjang 0,5 sampai 1 meter
  • Kertas kalkir
  • Karton hitam
  • Jarum
  • Penggaris

1. Potong pipa paralon.

2. Tutup salah satu ujung paralon dengan karton hitam dan buat lubang dengan ujung jarum tepat di tengahnya.

3. Tutup ujung yang lain dengan kertas kalkir.

4. Arahkan bagian yang tertutup karton hitam ke arah matahari.

5. Berkas cahaya matahari akan terproyeksikan di kertas kalkir.

Sumber: Koran Tempo

Memanfaatkan Ponsel/HP dalam Praktikum Fisika

Saat pengukuran gerak jatuh bebas, sering yang menjadi kendala adalah pengukuran waktu jatuh. Pengukuran yang biasanya menggunakan stopwatch analog dan digital selalu terkendala dengan reaksi tekan tombol start/off. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan ponsel kamera, caranya?

Dengan merekam benda yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu, maka diperoleh rekaman video format 3GP, lalu dengan mengkonversinya (bisa pakai ImToo) ke format AVI/MPEG, djangan lupa pilih codec yang sesuai menganalisanya dengan Muvee atau Windows Media Maker, maka dapat ditentukan berapa sebenarnya rentang waktu jatuh tersebut,

Saya telah mencobanya, ternyata ketelitian waktu pengukuran sampai KTP (ketidakpastian/akurasi) = 0.015 detik. Lumayan kan?

“Selamat mencoba”